Kebanyakan orang tidak bisa membedakan antara KEBUTUHAN dan KEINGINAN. Sebagai contoh :
* Transportasi untuk pergi ke suatu tempat
adalah kebutuhan, tetapi memilih apakah kita akan jalan kaki, naik kendaraan
umum atau kendaraan pribadi itu sebuah keinginan.
* Alat transportasi mungkin sebuah kebutuhan
bagi masyarakat tertentu. Tetapi pilihan membeli sepeda motor, Avanza, Inova
atau Jaguar itu sebuah keinginan.
* Berobat saat sakit itu sebuah kebutuhan,
tetapi memilih kelas 3 atau VIP itu keinginan.
* Mengawinkan atau mengkhitankan anak itu
sebuah kebutuhan, merayakan dengan sederhana atau besar-besaran itu keinginan.
* Rumah itu kebutuhan, tetapi model dan
besarnya itu keinginan.
Kita boleh mengikuti keinginan dengan
batasan tertentu, yaitu kemampuan keuangan yang kita miliki. Jika untuk
mendapatkan keinginan itu sampai menghabiskan tabungan, mungkin bisa dikatakan
sebagai kurang bijaksana. Jika sampai berhutang atau memakan modal usaha, maka
seperti lagu Rhoma Irama, itu . . . . . TERLALU !!! .
“KESABARAN
UNTUK MENUNDA KENYAMANAN, KEPINTARAN MEMILAH MANA KEBUTUHAN DAN MANA KEINGINAN
ADALAH MODAL UTAMA SESEORANG UNTUK BISA SUKSES. BUKAN KETRAMPILAN BISNIS, MODAL BESAR ATAU
PENDIDIKAN TINGGI YANG MEMBUAT SESEORANG BISA MENJADI SUKSES.”
Tetapi itulah yang saat ini sedang
membelenggu sebagian masyarakat. Mereka kurang
sabar untuk “segera tampil” menjadi nampak kaya. Walaupun belum memiliki
uang yang cukup, mereka sudah berani membeli motor secara kredit (hutang),
merayakan perkawinan atau sunatan dengan cara berhutang. Mereka bahkan menjual
sawah atau sarana produksi yang lain seperti ternak, hanya untuk dibelikan sesuatu yang membuat mereka “nampak kaya”.
Setelah itu karena sudah tidak memiliki aset (sesuatu yang menghasilkan uang)
dan justru masih punya hutang. Padahal, kalau saja mau bersabar sedikit, menunda menikmati “kemewahan”
itu, mereka bukan hanya “nampak kaya”, tetapi akan menjadi benar-benar kaya dan
menikmatinya untuk selamanya. Misal seseorang memiliki 10 ekor kambing, karena bujukan kanan kiri, mereka ‘royalan’ saat
merayakan perkawinan anaknya.
Dengan
menanggap orkes dan sebagainya, akhirnya 10 kambing tadi
ludes. Padahal, seekor kambing rata-rata nilainya berlipat 2,5 x setiap
tahunnya. Kalau dia menunda 2 tahun saja, 10 kambing tadi
akan berkembang menjadi 10 x 2.5 x 2.5 = 62 ekor. Kalau setelah itu mau royalan atau membeli sesuatu dengan menjual 25
ekor, sisanya masih banyak dan bisa dikembangkan terus.
Kesabaran untuk menunda kenyamanan,
kepintaran memilah mana kebutuhan dan mana keinginan adalah modal utama
seseorang untuk bisa sukses. Bukan ketrampilan bisnis, modal besar
atau pendidikan tinggi yang membuat seseorang bisa menjadi sukses.
No comments:
Post a Comment
untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA