Friday, October 1, 2010

Agama dan Peperangan

Carut marut dunia dengan harapan dan spiritualitas yang tinggi, orang terus berperang, saling membunuh, dan menebar kebencian. Dimana-mana dua pihak berhadapan, di India hindu dan islam; di Afrika muslim dan kristen; di Irlandia katolik dan protestan; di Aljazair muslim dan muslim; di Palestina Hamas dan Fatah. Mereka sama-sama manusia. Lalu mengapa mereka berperang? Ini bukan perang antar agama, tetapi tentang eksistensi, tentang politik dan kekuasaan. Apapun yang tidak menghormati kehidupan, bukan agama. Agama adalah cinta dan memaafkan. Banyak orang yang menganggap yang terjadi di kawasan tersebut diatas adalah perang agama.


       Apabila dikatakan kekerasan agama, disana ada tiga agama besar yang berasal dari sumber sama, dan semua membawa pesan kemanusiaan yang penting. Tuhan menciptakan banyak agama, banyak nabi dan orang suci. Pesan-Nya jelas. Tak ada agama yang menganjurkan orang untuk melakukan kekerasan/ perang. Perebutan tanah/ wilayah? Kita semua akan kembali ke tanah, kenapa harus berperang memperebutkan tanah? Tanah ini milik Sang Maha Pencipta. Bagaimana bisa kita mengklaimnya? Perebutan tanah atas nama apapun telah mengancam kehidupan penduduk dari pihak-pihak yang bertikai dan bisa memusnahkan keduanya.

        Sudah 16 tahun mereka berperang, dan kalau perang berlanjut 16 tahun lagi, apa yang didapat? Perang tak pernah memberi kemenangan, apalagi harapan. Perang hanya meninggalkan kekalahan, kebencian, dan penderitaan. Membunuh orang adalah hal yang buruk yang tak pernah diajarkan agama manapun. Mungkin perang untuk mempertahankan yang dianggap benar adalah jihad ... Jihad terbesar dan tersulit adalah jihad melawan nafs (nafsu) di dalam diri kita. Dalam perang, tiap pihak boleh mengklaim menang, tetapi memenangkan jihad melawan nafs sangat sulit. Begitu nafs menguasai diri orang, jiwanya dipenuhi setan. Dia akan melakukan apa saja untuk memenuhi nafs akan hal-hal yang bersifat material, yang tak akan ada habisnya.

       Atau karena "yang lain" dianggap musuh? Manusia berasal dari sumber yang sama. Bagaimana mungkin kita bisa mendefinisikan "yang lain" sebagai musuh? Musuh terbesar manusia adalah nafs di dalam dirinya sendiri. Islam menganjurkan perdamaian, cinta, dan harmoni. Islam adalah keiklasan kepada Allah. Kalau kita sungguh iklas, artinya kita menerima seluruh ciptaan-Nya. Tuhan itu keindahan, Tuhan itu cinta dan belas kasih. Jadi, jangan membicarakan keburukan. Mari kita bekerja sama-sama untuk kebaikan, perdamaian, cinta dan harmoni di dunia.

      Menolak Ketakutan.
      Sumber kekerasan adalah ketakutan. Ketakutan membuat orang saling membenci, saling curiga, dan saling menyerang, entah mana yang memulai, dengan alasan apapun. "Ketakutan disebabkan ketidaktahuan tentang 'yang lain' dan tak mau mengenal satu sama lain". Oleh sebab itu, kita belajar saling memahami dengan duduk bersama. Bagaimana bisa saling mengerti kalau tak mau berkomunikasi? Bagaimana bisa menandatangani perjanjian perdamaian tanpa mau berbicara satu sama lain? Para pemimpin politik itu adalah orang-orang yang cerdas, berpendidikan, dan bijaksana. Mereka seharusnya bisa mencari jalan perdamaian untuk menyelesaikan persoalan.

     Ketakutan itu tercermin dalam dalam pemberitaan media kedua pihak. Para analis media mengamati, media massa menciptakan stereotiptertentu tentang islam dan mengabaikan yang tidak cocok dengan stereotip itu. Media massa lebih terfokus pada kekerasan dan mengabaikan banyak peristiwa serta upaya-upaya perdamaian antar individu. Yang terjadi kemudian "membalas kesalahan dengan kesalahan tak akan membuatnya menjadi benar".

     Keniscayaan
     Pihak yang lebih kuat dan memenangkan pertempuran adalah mereka yang mampu menyerap kekerasan, kemarahan, dan kebencian dari "yang lain", dan mengubahnya menjadi cinta dan pengertian. Itulah jihad yang sesungguhnya. Tujuan agama adalah perdamaian dengan keadilan dan kehidupan yang layak bagi semua orang. Apakah perdamaian merupakan sesuatu yang "niscaya"? Perdamaian tanpa kekerasan tampaknya tidak mudah...
Sebenarnya ada banyak inspirasi di dunia ini. Apa yang telah dilakukan pemimpin Afrika Selatan, Nelson Mandela, membawa pesan jelas; bahwa perdamaian tak bisa dicapai dengan jalan kekerasan. Kita juga bisa lihat yang dilakukan para tokoh nonkekerasan seperti Dalai Lama, Mahatma Gandhi, Martin Luther King dan Ibu Teresa.

     Ibu Teresa adalah tokoh yang dikirim Tuhan untuk menyebarkan pesan tentang cinta kasih, dengan bekerja untuk kaum papa yang ditolak masyarakat. Perang tak hanya terjadi di medan pertempuran. Perang yang abadi terjadi dalam kehidupan sehari-hari.Ibu Teresa tak punya uang, ia juga tak punya kekuasaan, tetapi ia memiliki cinta kasih yang mampu meraih hati jutaan orang. Bagi saya ia seperti orang suci. Ia membuka tangan dan hatinya untuk menolong siapa saja yang datang dan membutuhkan pertolongan. Kalau kita meyakini cinta dan belas kasih melalui kerja-kerja sederhana di sekeliling kita, berarti kita ikut melakukan aktifitas perdamaian untuk mengubah dunia. Marilah kita sama-sama saling belajar memahami satu sama lain agar kita mampu menciptakan perdamaian tanpa perlu perang, tanpa perlu kekerasan yang pada akhirnya tercipta kehidupan yang penuh cinta kasih, saling menghargai, dan tercipta harmoni.

No comments:

Post a Comment

untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA