Monday, May 1, 2017

Ngaji Tai (Berguru pada Kotoran)



Pagi tadi ketika bangun tidur dan tiba-tiba kepengen buang air besar, sambil BAB kepikiran akan kotoran yang bernama tai atau fases. Mungkin bagi sebagian besar orang fases merupakan benda yang menjijikan, kotor dan jorok. Dibalik kotornya tai, jarang orang berfikir kegunaan atau manfaat tai/ Berbicara tentang tai yang dianggap kotor, saya jadi teringat akan kata-kata pelatih pada saat saya pendididkan dasar militer. Pada waktu itu sedang ada materi renang, kata salah satu pelatih “masa kamu kalah sama taek (tai), taek saja bias mengapung masa kalian tidak”. Setelah saya piker-pikir ada benarnya juga apa yang diucapkan oleh pelatih. Selama ini kita menganggap diri kita paling benar, paling baik dan paling segala-galanya, namun benarkah kita sudah lebih baik dari pada tai yang kita anggap kotoran atau bahkan kita lebih buruk dari pada tai?

FALSAFAH “TAI”
            BAgi saya tai bukan sekedar kotoran, tai bagi saya merupakan symbol ke”IKLAS”an. Siapapun orangnya pasti akan menghasilkan kotoran (tai). Apapun yang manusia makan, mau makan daging, mau makan tempe, atau bahkan makan di restoran ternama dengan harga makanan yang fantastis mencapai puluhan juta bahkan ratusan juta perporsinya atau yang makan di pinggir jalan dengan harga ribuan rupiah semuanya akan menjadi tai. Apa yang anda makan dan berapun harganya, saya rasa tak seorangpun yang akan melihat atau memprotes kok makan makanan yang mahal-mahal Cuma jadi tai . . . anda iklas membuangnya tanpa peduli seperti apa wujud tai tersebut. Seharusnya pun kita bersikap seperti itu ketika melakukan perbuatan baik tak perlu lagi diingat-ingat apalagi sampai dipamer-pamerkan bahwa semua itu karena kita, dan yang lebih parah lagi jika sampai menghitung-hitung perbuatan baik yang telah dilakukan dengan berharap pahala. Tak perlu menghitung-hitung pahala atas amal perbuatan yang telah dilakukan, cukup lakukan saja kebaikan setelah itu lupakan, bila perlu jangan pernah merasa telah melakukan kebaikan … iklaslah. Toh ada pahalanya atau pun tidak, semuanya tidak penting kalo iklas melakukannya.

“TAI” SEBAGAI INDIKASI KESEHATAN
            Fases atau tai dapat diajdikan sebagai indikasi/ petunjuk seseorang sedang sehat ataupun sedang sakit. Fases yang normal tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras mengindikasikan seseorang dalam keadaan sehat, sebaliknya fases yang terlalu lembek atau terlalu keras mengindikasikan bahwa seseorang sedang tidak sehat. Makanan yang dimakan setelah berada dalam perut kemudian akan diserap dan sisanya akan menjadi fases atau kotoran. Makanan yang sama bila dimakan oleh orang yang berbeda bias jadi akan menghasilkan fases yang berbeda, karena hal tersebut bias dipengaruhi faktor kesehatan seseorang. Bagitu pun dengan agama sebagai “makanan” rohani akan mempunyai pengaruh yang berbeda tergantung dari kesehatan rohaninya masing-masing. Namun seharusnya agama sebagai makanan rohani bisa menjadikan jiwa lebih sehat, jiwa menjadi tenang dan sejuk. Semakin tinggi pemahaman agamanya, semakin taat menjalankan perintah agama seharusnya seseorang semakin lebih tenang, lebih sejuk dan lenih bijaksana perbuatannya. Agama mengajarkan seseorang untuk saling mengasihi dan menyayangi. Kalo seseorang yang katanya pemahaman agamanya tinggi namun gampang marah, mudah tersinggung, jangan-jangan dia sedang sakit jiwanya. Orang yang sedang sakit jiwanya biasanya sedikit-sedikit marah, sedikit sedikit tersinggung. Bukan agamanya yang salah tapi jiwanya sedang sakit sehingga dia menjadi orang yang serba “sedikit”. Mengambil kata-kata dari Gus Mus atau KH. Mustofa Bisri “seorang ulama/ tokoh agama yang mudah marah mungkin waktu belajar agama baru belajar tentang bab marah, jadi ayang ada dibenaknya hanya marah dan marah”. Orang yang serba sedikit ini memang aneh dan terkadang membinggungkan orang lain. Orang yang serba sedikit biasanya orang yang wawasannya kurang, pergaulannya kurang, sosialnya kurang, bahkan dalam segi materi pun merasa kurang, orang seperti itu memang mudah tersinggung walapun terkadang kita membicarakan apa dan siapa namun dia yang tersinggung . . . membingungkan.

SEMAKIN BANYAK BERSUJUD SEMAKIN MUDAH MARAH
            Jaman sekarang tak perlu heran banyak orang sering berSUJUD tetapi suka marah-marah. Makin sering SUJUD makin mudah tersinggung, semakin banyak berSUJUD justru semakin gampang menDONGAKkan kepalanya. Yaaaa . . . maklumi saja karena mereka belum mengetahui tehnik mentrafer isi kepalanya yang penuh itu ke bumi tempat berpijak. Temani saja, sebab dia hanyalah orang kesepian yang ingin cari “PERHATIAN” dan cari “UMAT PENGIKUT” atas KEBINGUNAGN posisi diri. Mereka sedang BINGUNG ... orang bingung itu gampamg lupa, lupa bahwa sujud itu LEMBAH MANAH menghargai manusia tak lain untuk mengikis KESOMBONGAN diri sampai habis sampai kurang mencari lagi. Mungkin mereka lupa ketika bersujud kepala di benamkan ke tanah dan pantatnya yang ke atas, hal itu mengisyaratkan bahwa manusia tak boleh sombong. Sebab sebutir debu kesombongan sudah menjadi penghalang utama seseorang masuk wilayah kesadaran spiritnya. Ya ... spirit, wilayah dimana tak ada lagi amarah, hujat menghujat, tantang menantang, tonjok menonjok, makan memakan dan bakar membakar seperti gambaran neraka.

Menjadi BERMANFAAT
            Sekresi yang manusia hasilkan dalam bentuk kotoran sangatlah menjijikan, hampir semua orang tidak ada yang menyukainya. Tapi mengapa kita mesti menghasilkan kotoran? Supaya manusia menyadari bahwa hasil “kerakusannya” hanya kotoran. Sadar atau tidak kalo berbicara “hakekat”, sesungguhnya manusia memakan kotorannya sendiri. Boleh-boleh saja anda menyangkalnya, mari saya beritahu, kotoran yang manusia hasilkan dimakan ikan, ayam, atau mungkin diserap tanaman sebagai pupuk. Ikan, ayam yang makan kotoran dan tanaman yang menyerap pupuk dari kotoran itu kemudian dagingnya dimakan, hasil dari tanaman baik berupa buah dan yang lainnya juga manusia makan, dari mana nutrisi untuk tumbuh kembang hewan dan tanaman tadi kalo bukan dari kotoran. Kalo kita sadari bahwa semuanya merupakan perjalanan siklus atau proses, fases atau tai yang tadinya menjijikan setelah melalui proses panjang akhirnya kita makan lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tidak hanya energi yang berlaku hukum kekekalan, makanan pun berlaku hukum kekekalan. Betapa bermanfaatnya benda bernama tai yang menjijikan. Manusia sebagai mahluk sosial suatu keniscayaan untuk mengihndari keBHINEKAan, saling tolong menolong degan orang lain menjadikan manusia bermanfaat bagi sesama dan alam semesta. Kalo sebagai manusia tetapi tidak bisa diMANUSIAkan dan meMANUSIAkan manusia bagaiman anda bisa bermanfaat? Apakah anda masih bisa mengatakan bahwa anda lebih baik dari pada tai, kotorann yang anda keluarkan kalo anda tidak lebih bermanfaat dari tai.

No comments:

Post a Comment

untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA