Kematian memang selalu menjadi salah satu momen yang paling menyedihkan
dalam setiap perjalanan hidup manusia. Tidak ada satupun cara yang bisa kita
sebagai manusia lakukan untuk menghindari momen yang dianggap paling
menyedihkan ini. Secara umum pada saat keluarga ataupun kerabat meninggal
biasanya cukup hanya di doakan lalu dimakamkan. Namun beberapa suku di
Indonesia mempunyai cara,langkah langkah,ritual,maupun adat istiadat yang
dilakukan pada saat keluarga/kerabat terdekat meninggal.
Suku Jawa berasal dari Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah
Istimewa Yogyakarta. Semua sendi kehidupan masyarakat suku Jawa tak pernah
lepas dari adat istiadat nan memang sudah sangat dipercayai sejak dulu. Masyarakat
Jawa dikenal memilki budaya yang sangat kental. Sampai era globalisasi saat ini
pun adat istiadat masih kerap dijalankan dan ditaati oleh masyarakatnya. Adat
istiadat disuku Jawa pun hampir terdapat di setiap momen momen kehidupan
manusia. Semenjak dari kelahiran,ulangtahun,perkawinan,hingga kematian memilik
adat istiadatnya.
Adat istiadat ini ialah sebuah budaya dan Norma nan telah turun temurun
dilakukan oleh sebagian besar masyarakat jawa. Bahkan di masyarakat seakan
terdapat keharusan buat melakukannya. Segala usaha akan dilakukan agar mereka
bisa melaksanakan adat istiadat ini. Kebanyakan adat istiadat yang ada
bersumber dari kepercayaan nenek moyang terdahulu dari masyarakat jawa dan tak
bersumber dari agama terutama agama Islam sebagai agama yang banyak dipeluk
oleh sebagian besar masyarakat jawa sekarang ini.
Ritual Kematian Masyarakat Jawa
Dalam pemahaman orang Jawa, bahwa nyawa orang yang telah mati itu
sampai dengan waktu tertentu masih berada di sekeliling keluarganya. Ketika
salah satu masyarakat suku Jawa meninggal, ritual adat istiadat pun tak lepas
mengiringi. Ritual ini dimaksudkan agar orang yang meninggal dapat mendapatkan
loka (surga) yang baik di akhirat. Oleh karena itu kita sering mendengar
istilah selamatan yang dilakukan untuk orang yang telah meninggal. Masuknya
agama islam disadari atau tidak disadari telah memberikan pengaruh yang sangat
besar dalam ritual kematian yang dilakukan oleh masyarakat. Upacara kematian
yang saat ini dilakukan oleh suku Jawa sangat dipengaruhi oleh agama yang
dianutnya. Namun demikian rangkain pokok dari upacara/ ritual masih
dipertahankan dan dilaksanakan, dalam pelaksanaanya ruh keagamaan masuk ke
dalam tradisi tersebut. Ada pun disini saya hanya akan menulis upacara/ ritual
pokok yang masih dilaksanakan sampai saat ini. Ritual sesajen saat ini sudah
jarang ditemui di dalam tradisi upacara kematian suku Jawa, berikut upacara/
ritual/ atau adat istiadat suku Jawa dalam hal ini sudah terpengaruh agama
islam yang masih mudah dijumpai;
1. Geblag atau
selamatan setelah pemakaman. Ada juga yang menyebutnya Ngesur / Nyaur
Tanah. Cara menentukannya dengan rumus jisarji dan harus
dilaksanakan saat itu juga. Peringatan ini dilakukan dengan kenduri dengan
mengundang kerabat dan tetangga terdekat.
2. Telung dina (Tiga hari)
samapai dengan Pitung dina (Tujuh hari)
Upacara ini merupakan upacara kematian yang diselenggarakan untuk
memperingati tiga hari meninggalnya seseorang. Peringatan ini dilakukan dengan
kenduri dengan mengundang kerabat dan tetangga terdekat. Dalam tradisi aslinya
cukup rumit, namun disini hanya akan dibahas oleh tradisi yang telah
berasimilasi dengan agama islam. Dalam tradisi yang masih berlangsung saat ini
semenjak dari hari meninggalnya anggota keluarga, selama tujuh hari
berturut-turun keluarga yang ditinggalkan akan melaksanakan selamatan.
Selamatan yang dilakukan biasanya dengan membaca Surat Yasin dan Tahlil.
Pembacaan Surat Yasin dan Tahlil dilakukan oleh kerabat dan tetangga. Pada hari
ke tiga dan ke tujuh dilakukan kenduri, pada hari ke tiga dan ke tujuh ini
selain ada bacaan Surat Yasin dan Tahlil juga ada doa khusus. Pada selamatan
telung dina (tiga hari) dan pitung dina (tujuh hari) dengan menyediakan tumpeng
lengkap dengan ingkung (ayam yang dimasak secara utuh) dan dilengkapi dengan
lauk pauk. Setelah tumpeng dan kelengkapannya di bacakan doa kemudian tumpeng
dan kelengkapannya dibagikan kepada orang-orang yang hadir untuk dibawa pulang.
3. Matang Puluh ( Empat Puluh
Hari )
Upacara ini untuk memperingati empat puluh hari meninggalnya seseorang.
Biasanya peringatannya dilakukan dengan kenduri. Seperti halnya telung dina dan
pitung dina, rangkaian acaranya dengan membaca Surat Yasin dan Tahlil, baru
kemudian kenduri.
4. Nyatus (Seratus Hari)
Upacara ini untuk memperingati seratus hari meninggalnya seseorang.
Tata cara yang digunakan untuk memperingati seratus hari meninggalnya pada
dasarnya sama dengan ketika melakukan peringatan empat puluh hari.
5. Mendhak Pisan (Setahun
Pertama)
Upacara mendhak pisan merupakan upacara yang diselenggarakan ketika
orang meninggal pada setahun pertama. Tata cara yang digunakan untuk
memperingati mendak pisan (setahun pertama) pada dasarnya sama dengan ketika
melakukan peringatan seratus hari. Namun yang perlu diingat hitungan setahun
bukan berdasarkan kalender Masehi, karena orang Jawa mempunyai kalender dan
perhitungan sendiri. Ada rumus untuk menentukan hari selamatan/ peringatannya.
6. Mendhak Pindo (Selamatan
setelah dua tahun)
Upacara mendhak pindo merupakan upacara yang diselenggarakan untuk
selamatan dua tahunnya orang meninggal. Tata cara yang digunakan untuk
memperingati mendak pindo pada dasarnya sama dengan ketika melakukan
peringatan/ selamatan mendhak pisan. Lagi-lagi disini hitungan bukan
berdasarkan kalender Masehi, ada rumus untuk menentukan hari selamatan/ peringatannya.
7. Nyewu atau Nguwisi (Seribu hari atau selesai)
Nyewu atau Nguwisi merupakan selamatan setelah seribu hari
kematian, atau kurang lebih tiga tahun meninggalnya. Pada selamatan nyewu ini
juga sebagai penutup peringatan/ selamatan dalam uoacara kematian adat Jawa. Tujuannya selamatan itu, karena telah
sempurnanya jasad manusia termasuk bau dan rasanya. Sehingga manusia yang
meninggal itu telah menyatu dengan tanah yang merupakan asal muasalnya. Secara
umum cara pelaksanaannya sama dengan selamatan yang lain. Untuk memudahkan
dalam menentukan hari selamatan orang Jawa menggunakan rumus perhitungan yang
berdasarkan pada neptu (hari) dan weton (pasaran). Sistem perhitungan hari dan
pasaran akan dibahas lain waktu.
No comments:
Post a Comment
untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA