Perkembangan teknologi militer terus mengalami kemajuan. Berbagai macam
perangkat deteksi terus dilakukan riset, tidak ketinggalan pula deteksi yang
termal atau suhu. Dengan deteksi termal alat deteksi modern saat ini dapat
bekerja secara otomatis mendeteksi kendaraan tempur dengan membedakan suhu.
Dengan adanya teknologi deteksi termal tersebut mau tidak mau kemudian
berkembang riset untuk mengcounter teknologi termal tadi. Berbagai macam usaha
terus dilakukan untuk melindungi kendaraan tempur dari deteksi termal. Dengan
adanya kamuflase termal memungkinkan kendaraan tempur berupa tank dan lainnya
dapat menyusup melewati deteksi termal yang sudah dipasang oleh musuh.
Kamuflase kendaraan tempur saat ini khususnya kendaraan lapis baja baru
menggunakan kamuflase vision yang artinya kendaraan mengecoh musuh dari
penglihatan saja, teknik kamuflase vision menggunakan 2 teknik yaitu teknik
smoke dan teknik penambahan pelindung (cover). Kamuflase smoke dilakukan ranpur
dengan cara membuat tabir asap sehingga ranpur tidak terlihat dan kemudian
ranpur keluar dari smoke tanpa terlihat. Yang kedua teknik cover dengan cara
menambahkan pelindung untuk mengubah ranpur mirip keadaan disekitarnya sehingga
ranpur mempunyai warna dan bentuk yang mirip dengan benda yang ada
disekitarnya. Teknik ini biasanya digunakan untuk misi pengintaian.
Kamuflase Termal
Teknologi yang kian berkembang, deteksi terhadap kendaraan lapis baja
yang tidak hanya menggandalkan vision saja namun sudah menggunakan deteksi
termal memaksa ilmuwan menemukan cara untuk mengcounter deteksi termal. Dengan
adanya deteksi termal mau tidak mau kendaraan lapis baja juga harus menggunakan
kamuflase termal agar tidak terlihat dari pantauan deteksi termal. Deteksi
termal berbeda dengan deteksi vision, jika pada deteksi vision cukup dikelabuhi
atau ditutup pengelihatannya maka tidak demikian dengan deteksi termal. Deteksi
termal tidak mengandalkan pengelihatan namun mendeteksi perbedaan suhu. Deteksi
termal membandingkan suhu objek dengan suhu lingkungan, dari berbedaan suhu
inilah akan terbaca keberadaan ranpur. Meskipun ranpur mampu menghindari
deteksi vision namun tidak bisa menghindari deteksi termal.
Senada dengan hal tersebut TNI AL melalui Litbangal bekerja sama dengan
mahasiswa dan dosen Teknik Elektro ITB merintis teknologi penyamaran untuk tank
atau pengangkut infanteri. Kelak kendaraan itu seakan menghilang dari pantauan,
atau berubah wujud seperti hewan atau kendaraan sipil. Kamuflase termal untuk
kendaraan militer ini digarap Adrian Yopi Gazali, Claudius Andri, dan Gregorius
Famalt, mahasiswa Teknik Elektro ITB 2010. Bentuknya semacam sisik berupa pelat
tembaga berukuran 12,5 sentimeter sama sisi, setebal 0,4 milimeter. “Ukuran itu
menyesuaikan satu pixel pada kamera pengintai termal,” kata Adrian. Sisik-sisik
kamuflase itu menjadi pelapis luar kendaraan militer. Untuk pengangkut
infanteri seperti Anoa buatan PT Pindad, kata Adrian, kurang-lebih diperlukan
1.200 sisik kamuflase. Pemasangannya perlu memakai kerangka tambahan pada
kendaraan jadi. Di belakang tiap sisik itu, pelat tembaga disambungkan ke
sejumlah komponen utama, seperti heatsink yang membuang panas, peltier sebagai
pendingin atau pemanas, relay untuk mengubah pelat menjadi panas atau dingin,
serta sensor termal untuk mendapatkan suhu di lingkungan sekitarnya.
Tiap sisik harus dipasang sepasang pada posisi berseberangan agar sanggup
membaca temperatur lingkungan dengan optimal. “Jika berada di hutan atau semak,
tank akan lenyap dari pantauan karena suhunya mengikuti kondisi sekitar,”
ujarnya. Sisik kamuflase juga bisa diatur agar panasnya membentuk hewan atau
kendaraan sipil untuk mengelabui musuh. Kamuflase itu untuk operasi malam hari
yang pemantauan umumnya memakai kamera termal.
Menurut Andri, studi tugas akhir ini melanjutkan riset tahun lalu yang
menjajal pelat dari bahan aluminium. Dari hasil uji coba mereka, pelat
aluminium lebih lambat panas daripada tembaga sehingga lebih boros tenaga
listriknya. Namun mereka juga belum puas, karena tembaga menjadi panas dalam
waktu 38 detik, masih terhitung lambat dibanding komponen peltier yang bisa
menghasilkan panas kurang dari lima detik. Konduktivitas termal peltier juga
lebih baik, yakni berkisar -10 hingga 70 derajat celsius, adapun tembaga
berkisar 15-30 derajat. “Bahan itu perlu dipelajari lagi jenis materialnya,”
kata dia. Masalah terbesar dari teknologi ini yaitu daya listrik untuk
pemakaian sisik kamuflase. Tiap sisik tembaga misalnya, butuh listrik hingga 60
watt. Mereka belum menemukan jalan keluarnya. Mudah mudahan hasil riset mahasiswa
ITB ini segera menjadi kenyataan sehingga kendaraan tempur mampu menyusup
melalui deteksi termal musuh.
No comments:
Post a Comment
untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA