Wednesday, April 19, 2017

MANUSIA PENCARI TUHAN


S
epanjang sejarah, manusia tak pernah berhenti mencari Tuhan dengan berbagai cara dan jalan. Apa yang disebut agama sesunguhnya adalah jalan untuk mengenal dan mendekat kepada Tuhan. Meyakinin dan mengetahui Tuhan, dua hal yang berbeda. Mengingat Tuhan Mahagaib dan absolut, nalar manusia tidak samapai untuk mengenal dan mengetahui-Nya sebagaimana kita mengenal dan mengetahui manusia atau objek lain di alam ini. Manusia dengan bantuan kitab suci mencoba mengenal dan mengetahui Tuhan dengan memberikan atribut dan definisi, misalnya Yang Maha agung, Yang Maha Pengasih, Yang Maha Suci dan lain sebagainya. Semua wujud yang muncul dari-Nya. Dia Sang Pencipta dan Esa, pengatur jagat semesta, berada di luar ruang dan waktu, kerena Dia Pencipta Ruang dan waktu. Hakikat dan zat Tuhan yang Mahamutlak dan absolut tidak akan mungkin diketahui oleh nalar manusia yang relatif dan sangat terbatas. Manusia yakin akan wujud dan kekuasaan-Nya namun tidak mungkin menjumpainya dengan mata.

Demikianlah, Tuhan diyakini kehadiran-Nya sepanjang sejarah, namun sekaligus menjadi objek diskusi dan perdebatan manusia karena manusia tidak bisa melakukan klarifikasi dan verifikasi sebagimana dilakukan dalam kajian ilmiah. Tuhan yang maha misterius, tidak tertangkap nalar dan mata manusia. Tuhan yang maha menakutkan karena kebesarn dan kekuasaan-Nya. Tuhan yang maha menarik, karena kasih dan cinta-Nya kepada manusia. Dengan tiga sifat utama Tuhan itulah kemudian manusia dalam usaha mendekatkan kepada Tuhan memberikan penekanan yang berbeda-beda. Ada yang lebih menekankan Tuhan sebagai Sang Kekasih yang selalu dirindukan dan dicintai. Ada juga yang memposisikan Tuhan sebagai Sang Hakim yang tegas dan menakutkan, yang selalu mengancam dengan siksa neraka. Ada lagi komunitas filsuf yang membangun argumentasi dengan segala sifat-sifat-Nya agar keberadaan-Nya mudah dipahami dan diyakini manusia.

  Berbagai macam agama pernah hadir di muka bumi ini, bahkan sebagian sudah ada yang hilang bahkan sudah dilupakan. Agama sebagai jalan mengenal dan mendekatkan pada-Nya. Ada agama yang diyakini datang dari Tuhan yang disampaikan melalui rosul-Nya dan ada pula agama produk pemikiran kontemplatif manusia. Masing-masing agama memiliki karekter dan doktrin yang berbeda-beda. sehingga di bumi terdapat pluralitas umat agama. Hanya agama yang dianggap cocok dan mampu menghadapi kritik dan kebutuhan manusia yang akan bertahan. Karena itu di internal agama terjadi pemikiran pembaruan dan penyegaran pemahaman terhadap ajarannya agar senantiasa kontektual mengikuti perkembangan zaman. Kitab suci terus mengalami penafsiran yang berkembang menyesuaikan zaman, jika penafsiran kitab suci stagnan maka pemahaman ajaran agama tidak lagi relevan dengan zamannya.

Di Indonesia yang terdapat beragam agama dan semua penganutnya dilindungi undang-undang, maka pemahaman dan tradisi berbagai agama saling mempengaruhi. Disadari atau tidak bahwa pengaruh agama, misalnya, Hindu, Buddha, Islam, Kristen, dan Konghucu; semua agama tadi adalah pendatang di Nusantara ini yang akrab dengan kehidupan masyarakat sehari-hari. Kerana interaksi tadi maka terjadi asimilasi budaya dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh, dalam tradisi kematian di Jawa secara ritual mirip dengan ritual Hindu-Buddha namun dalam pelaksanaannya berisikan roh keIslaman.

mengingat manusia sebagai pencari Tuhan, beragam jalan dan pengalaman yang didapatkan mereka ceritakan dan wariskan pada anak cucunya. Konsekuensinya setiap anak umumnya akan mengikuti tradisi agama orang tuanya. Hasil pencarian tersebut kemudian terlembagakan dalam sebuah institusi dan tradisi. Para Nabi pada mulanya merupakan pribadi-pribadi yang gelisah. Mereka adalah pencari sumber kebenaran, yang kemudian dipilih Tuhan sebagai Rosul-Nya. Selama ini kita mengenal sederet nama Rosul Tuhan dan pemikir pencerah zaman. Sudah seharusnya kita berterimakasih, lalu menjaga dan mengembangkan warisan tersebut, bukannya malah merusak atau membuat kerusakan di muka bumi. Tuhan dicari bukan semata untuk mengetahui dan mengenal-Nya dengan berbagai dalil dan argumen yang dipelajari dan hafalkan, melainkan untuk mendapatkan pencerahan agar hidup kita berada di atas jalan yang benar, baik, dan sedapat mungkin bermanfaat dalam kehidupan ini, apapun asal suku, bahasa, budaya dan agamanya.

Satu Tuhan Berbeda Agama. Ada dua pertanyaan yang perlu untuk dicermati, pertanyaan pertama, perputaran bumi, matahari, dan planet di jagat raya ini dikendalikan oleh Tuhan yang sama atau berbeda? Pertanyaan kedua, Tuhan yang kita sembah itu sama atau berbeda? Dari kedua pertanyaan tersebut kemungkinan pertanyaan pertama setuju bahwa jagat raya ini dikendalikan oleh satu Tuhan. Argumen paling sederhana, ibarat pesawat terbang jika banyak yang mengatur tentu akan bertabrakan. Kemudian pertanyaan kedua, jika pertanyaan kedua ditanyakan pada orang yang berbeda agama kemungkinan besar jawabannya adalah menyembah Tuhan yang berbeda. Jika kita menyembah Tuhan yang berbeda maka selanjutnya pertanyaannya adalah, bumi yang kita huni dan matahari yang menyinari kita semua, pemeluk agama apa yang paling berhak mengklaim sebagai penghuni paling sah dalam pandangan Tuhan? Andaikan Tuhan menagih imbalan atau mengenakan tarif matahari, ibarat PLN menagih uang listrik, penganut agama apa yang paling berhak mengumpulkan sebagai mendataris Tuhan? Untuk pertanyaan lanjutan tadi tidak perlu di jawab cukup anda renungkan saja.

Perdebatan abadi. Keyakinan dan pencarian Tuhan telah berlangsung berabad-abad, banyak teori yang menjelaskan mengapa dalam diri seseorang terdapat dorongan dan kebutuhan berTuhan. Banyak juga filsuf dan saintis membangun teori bahwa keyakinan tentang Tuhan itu ilusi dan palsu akibat dari kelemahan manusia menghadapi teka teki hidup yang tak terjawab. Namun jika di timbang keyakinan tentang Tuhan jauh lebih kuat, dalam hal ini faktor pewahyuan dan kenabian amat berperan. Perdebatan tentang Tuhan tidak semudah penyelesaiannya seperti perdebatan saint, karena memang objeknya berbeda dan pendekatan pembuktiaannya juga berbeda. Dalam perdebatan saint argumen dalam wilayah empiris sehingga pembuktiaannya bersifat induktif dan positif. Sedangkan perdebatan tentang Tuhan, argumen berdasarkan penalaran dan merujuk pada wibawa kitab suci dan pengalaman beragama, mengingat objek yang diperdebatkan bersifat abstrak, immateri. Pengalaman beragama juga sulit jika menggunakan pendekatan saint , dikarena pengalaman beragama terutama yang bersifat spiritual. Pengalaman spiritual lebih bersifat pribadi (privat) dan sulit terulang kembali. Misalnya peristiwa isra mi'raj hal ini hanya dialami oleh Nabi, pembuktian secara empiris dan saint sangan sulit, disini faktor kepribadian Nabi sangat berperan, sebagai orang yang mendapatkan gelar Al Amin inilah yang kemudian membuat umatnya mempercayainya. Jika pendekatan yang digunakan pendekatan historis maka pengalaman beragama ini bersifat fisik, biasanya lebih dari satu orang yang mengalami. Sebagai contoh peristiwa jihrah, pada saat hijrah Nabi bersama sahabat melakukan perjalan dari Mekkah ke Madinah dan disaksikan oleh orang banyak.

Meskipun abstrak, bahwa keyakinan terhadap Tuhan dan ajaran-Nya berpengaruh besar pada kehidupan seseorang dan komunitasnya. Banyak peradaban agung lahir dari keyakinan dan gerakan beragama. selain menghadirkan peradaban yang agung, disisi lain keyakinan beragama juga kerap kali menimbulkan peperangan dan tindak kekerasan. Ini bermula dari keyakinan bahwa setiap agama mempunyai jalan keselamatan yang dijanjikan Tuhan, terutama keselamatn akhirat. Keyakinan dan konsep keselamatan pada akhirnya berkembang pada penilaian bahwa di luar keyakinannya tidak ada jalan keselamatan. Terjadi saling klaim, bukan hanya saja pada penganut beda agama, dalam satu agama saja terjadi saling klaim bahwa hanya ajarannya yang benar, orang lain yang berbeda adalah kafir. Terhadap yang kafir tadi hanya ada tiga pilihan, pertama diajak baik-baik untuk mengikuti ajaran dan keyakinannya, pilihan kedua, dibiarkan dan dihargai keyakinannya dengan tetap menjaga persahabatan sesama manusia. Atau pilihan ketiga, diperangi karena orang kafir posisinya melawan Tuhan yang mereka sembah, yang berarti posisinya sebagi lawan mereka.

Konflik dan perang dengan motif agama selalu mengandung logika paradoks; menawarkan kedamaian dan keselamatan dengan cara ancaman dan kekerasan, meneriakkan misi Tuhan yang Maha Pengasih sambil mengintimidasi dan membunuh. Melakukan tidakan kekejaman dan pembunuhan tetapi dinggap tindakan suci (holy war). Jika tidak ada cara pandang dan pendekatan baru, perbedaan pemahaman dan keyakinan agama akan selalu memicu konflik dan kekerasan. Tidak mengherankan jika kemudian muncul kelompok-kelompok masyarakat yang ingin menemukan Tuhan di luar doktrin dan komunitas beragama. God and spirituality without religion. Untuk apa beragama kalau agama bukan menjadi kekuatan perdamaian dan peradaban?

No comments:

Post a Comment

untuk koment silakan bebas yang penting tidak mengandung SARA